Senin, 18 Mei 2009

cara mudah hafal qur'an (yakin kita bisa)

Segala puji Bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad . Dalam tulisan
ini akan kami kemukakan cara termudah untuk menghafalkan al
quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan
diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh untuk
mengkhatamkan al-Quran. Teori ini sangat mudah untuk di
praktekan dan insya Allah akan sangat membantu bagi siapa saja
yang ingin menghafalnya. Disini akan kami bawakan contoh praktis
dalam mempraktekannya:
Misalnya saja jika anda ingin menghafalkan surat an-nisa, maka
anda bisa mengikuti teori berikut ini:
1- Bacalah ayat pertama 20 kali:


3- Bacalah ayat ketiga 20 kali:
5- Kemudian membaca 4 ayat diatas dari awal hingga akhir
menggabungkannya sebanyak 20 kali.
2 www.tris.co.nr
6- Bacalah ayat kelima 20 kali:
7- Bacalah ayat keenam 20 kali:

{8- Bacalah ayat ketujuh 20 kali:
9- Bacalah ayat kedelapan 20 kali:
{8}
10- Kemudian membaca ayat ke 5 hingga ayat ke 8 untuk
menggabungkannya sebanyak 20 kali.
11- Bacalah ayat ke 1 hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk
memantapkan hafalannya.
Demikian seterusnya hingga selesai seluruh al Quran, dan
jangan sampai menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz,
agar tidak berat bagi anda untuk mengulang dan menjaganya.
BAGAIMANA CARA MENAMBAH HAFALAN PADA HARI
BERIKUTNYA?
Jika anda ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya,
maka sebelum menambah dengan hafalan baru, maka anda harus
membaca hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak
20 kali juga hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam
ingatan anda, kemudian anda memulai hafalan baru dengan cara
3 www.tris.co.nr
yang sama seperti yang anda lakukan ketika menghafal ayat-ayat
sebelumnya.
BAGIMANA CARA MENGGABUNG ANTARA MENGULANG
(MURAJA'AH) DAN MENAMBAH HAFALAN BARU?
Jangan sekali-kali anda menambah hafalan tanpa mengulang
hafalan yang sudah ada sebelumya, karena jika anda menghafal al
quran terus-menerus tanpa mengulangnya terlebih dahulu hingga
bisa menyelesaikan semua al quran, kemudian anda ingin
mengulangnya dari awal niscaya hal itu akan terasa berat sekali,
karena secara tidak disadari anda akan banyak kehilangan hafalan
yang pernah dihafal dan seolah-olah menghafal dari nol, oleh karena
itu cara yang paling baik dalam meghafal al quran adalah dengan
mengumpulkan antara murajaah (mengulang) dan menambah
hafalan baru. Anda bisa membagi seluruh mushaf menjadi tiga
bagian, setiap 10 juz menjadi satu bagian, jika anda dalam sehari
menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat
halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga anda dapat
menyelesaikan sepuluh juz, jika anda telah menyelesaikan sepuluh
juz maka berhentilah selama satu bulan penuh untuk mengulang
yang telah dihafal dengan cara setiap hari anda mengulang sebanyak
delapan halaman.
Setelah satu bulan anda mengulang hafalan, anda mulai
kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua
lembar tergantung kemampuan, dan mengulang setiap harinya 8
halaman sehingga anda bisa menyelesaikan 20 juz, jika anda telah
menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk
mengulang, setiap hari anda harus mengulang 8 halaman, jika sudah
mengulang selama dua bulan, maka mulailah enghafal kembali setiap
harinya satu atau dua halaman tergantung kemampuan dan setiap
harinya mengulang apa yang telah dihafal sebanyak 8 lembar, hingga
anda bisa menyelesaikan seluruh al-qur an.
4 www.tris.co.nr
Jika anda telah menyelesaikan 30 juz, ulangilah 10 juz pertama
secara tersendiri selama satu bulan setiap harinya setengah juz,
kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya juga setiap harinya diulang
setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama,
kemudian pindahlah untuk mengulang sepuluh juz terakhir dengan
cara yang hampir sama, yaitu setiapharinya mengulang setengah juz
ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz
kedua.
BAGAIMANA CARA MENGULANG AL-QURAN (30 JUZ)
SETELAH MENYELESAIKAN MURAJAAH DIATAS?
Mulailah mengulang al-qur an secara keseluruhan dengan cara
setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulangnya 3 kali dalam
sehari, dengan demikian maka anda akan bisa mengkhatamkan al-
Quran setiap dua minggu sekali.
Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insya Allah anda
telah mutqin (kokoh) dalam menghafal al qur an, dan lakukanlah
cara ini selama satu tahun.
APA YANG DILAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL QUR AN
SELAMA SATU TAHUN?
Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan
(mantap) selama satu tahun, jadikanlah al qur an sebagai wirid
harian anda hingga akhir hayat, karena itulah yang dilakukan oleh
Nabi  semasa hidupnya, beliau membagi al qur an menjadi tujuh
bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut,
sehingga beliau mengkhatamkan al-quran setiap 7 hari sekali.
Aus bin Huzaifah rahimahullah; aku bertanya kepada para sahabat
Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk
dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: "kami kelompokan menjadi
3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan wirid mufashal dari
surat qaaf hingga khatam ( al Qur an)". (HR. Ahmad).
Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:
5 www.tris.co.nr
- Hari pertama: membaca surat "al fatihah" hingga akhir surat
"an-nisa",
- Hari kedua: dari surat "al maidah" hingga akhir surat "attaubah",
- Hari ketiga: dari surat "yunus" hingga akhir surat "an-nahl",
- Hari keempat: dari surat "al isra" hingga akhir surat "al
furqan",
- Hari kelima: dari surat "asy syu'ara" hingga akhir surat
"yaasin",
- Hari keenam: dari surat "ash-shafat" hingga akhir surat "al
hujurat",
- Hari ketujuh: dari surat "qaaf" hingga akhir surat "an-naas".
Para ulama menyingkat wirid nabi dengan al-Qur an menjadi
kata: " Fami bisyauqin (  
) ", dari masing-masing huruf
tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada
setiap harinya maka:
- huruf "fa" symbol dari surat "al fatihah", sebagai awal wirid
beliau hari pertama,
- huruf "mim" symbol dari surat "al maidah", sebagai awal wirid
beliau hari kedua,
- huruf "ya" symbol dari surat "yunus", sebagai wirid beliau hari
ketiga,
- huruf "ba" symbol dari surat "bani israil (nama lain dari surat
al isra)", sebagai wirid beliau hari keempat,
- huruf "syin" symbol dari surat "asy syu'ara", sebagai awal wirid
beliau hari kelima,
- huruf "wau" symbol dari surat "wa shafaat", sebagai awal wirid
beliau hari keenam,
- huruf "qaaf" symbol dari surat "qaaf", sebagai awal wirid beliau
hari ketujuh hingga akhir surat "an-nas".
6 www.tris.co.nr
Adapun pembagian hizib yang ada pada al-qur an sekarang ini tidak
lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.
BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG
MUTASYABIH (MIRIP) DALAM AL-QUR AN?
Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir
sama (mutasyabih) adalah dengan cara membuka mushaf lalu
bandingkan antara kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan
antara keduanya, kemudian buatlah tanda yang bisa untuk
membedakan antara keduanya, dan ketika anda melakukan
murajaah hafalan perhatikan perbedaan tersebut dan ulangilah
secara terus menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan baik
dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin).
KAIDAH DAN KETENTUAN MENGHAFAL:
1- Anda harus menghafal melalui seorang guru atau syekh yang
bisa membenarkan bacaan anda jika salah.
2- Hafalkanlah setiap hari sebanyak 2 halaman, 1 halaman
setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib,
dengan cara ini insya Allah anda akan bisa menghafal al-qur an
secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun, akan tetapi jika
anda memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka
anda akan sulit untuk menjaga dan memantapkannya,
sehingga hafalan anda akan menjadi lemah dan banyak yang
dilupakan.
3- Hafalkanlah mulai dari surat an-nas hingga surat al baqarah
(membalik urutan al Qur an), karena hal itu lebih mudah.
4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf
tertentu baik dalam cetakan maupun bentuknya, hal itu agar
lebih mudah untuk menguatkan hafalan dan agar lebih mudah
mengingat setiap ayatnya serta permulaan dan akhir setiap
halamannya.
7 www.tris.co.nr
5- Setiap yang menghafalkan al-quran pada 2 tahun pertama
biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa
ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan
bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya
dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para
penghafal al-qur an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa
menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk
menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan
godaannya dan teruslah menghafal, karena meghafal al-quran
merupakan harta yang sangat berharga dan tidak tidak
diberikan kecuali kepada orag yang dikaruniai Allah swt,
akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi
hamba-hamba-Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan
mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam
kehidupan yang fana ini. Amin ya rabal 'alamin.

lebih dekat dengan khalid misy'al

Tak banyak yang mencermati orang yang selama ini mengelola Hamas dengan penuh amanah. Dialah Khalid Misy'al. Inilah di antara kisah kecil sisi lain dari kehidupan beliau.

Beliau bernama Khalid Misy'al. Sebuah nama yang cocok untuk mencirikan semangat perjuangannya memimpin Harakah Al-Muqaawamah Al-Islamiyah atau Hamas. Arti dari nama Khalid Misy'al adalah nyala api yang tidak pernah padam. Inilah seorang pemimpin gerakan Islam abad ini yang sangat ditakuti Amerika dan Israel.

Khalid lahir pada tahun 1956 di Silwad, sebuah wilayah dekat Ramallah yang kemudian menjadi wilayah Yordan. Ia menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di Silwad pada 1967, kemudian pindah ke Kuwait karena perang.

Di Kuwait, Khalid kuliah di Universitas Kuwait, dan lulus sebagai sarjana muda bidang fisika. Semasa kuliah, Khalid Misy'al menjadi ketua himpunan mahasiswa Palestina dan menentang pemerintahan Yasser Arafat dan PLO-nya. Sejak masih belia, Khalid sudah tergabung dalam Islamic Haqq Bloc, yang bersaing dengan Fatah dalam merangkul masa mahasiswa.

Tahun 1980, ia mendirikan Liga Islam Mahasiswa Palestina, yang merupakan bagian dari Ikhwan. Tapi tidak lama, karena dibubarkan oleh pemerintah. Namun, segera Khalid pun mendirikan Liga Islam Mahasiswa Palestina (al-Rabita al-Islamiyya li Talabat Filastin) tahun 1980.

Setelah lulus, antara tahun 1978 hingga1983, Khalid Misy'al mengajar di berbagai kampus di Kuwait. Tahun 1983, gerakan Islam Palestina mengadakan pertemuan tertutup dan pesertanya berasal dari berbagai wilayah Palestina seperti Tepi Barat, Jalur Gaza, juga luar Palestina.

Pertemuan inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Hamas dan Khalid Misy'al adalah proyeksi masa depan kepemimpinan Hamas. Setelah itu Khalid tinggal di Kuwait. Ia menikah tahun 1981 dan dikarunia 7 orang anak.

Ketika Iraq menginvasi Kuwait, Khalid pindah ke Yordan dan mulai mencurahkan kosentrasinya secara penuh untuk Hamas. Ia kemudian menjadi ketua Biro Politik Hamas. Dari sinilah, mungkin, bisa terjawab siapa di balik invasi Irak ke Kuwait dan apa motif sesungguhnya.

Mossad, badan rahasia intelijen Israel, sudah lama mengincar Khalid Misy'al sebagai target operasi. Pada 25 September 1997, Mossad, atas perintah Perdana menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya, mencoba melakukan pembunuhan terhadap Khalid.

Sepuluh agen Mossad yang paling terlatih ditugaskan untuk itu. Mereka menyamar sebagai turis Kanada dan memasuki Yordan dengan leluasa. Agen-agen Mossad ini sudah hampir dekat dengan sasarannya. Mereka bahkan sudah memasuki rumah Khalid Misy'al dan menyuntikan racun melalui leher Khalid ketika dia tidur.

Setengah mati, setengah hidup. Seperti itulah kira-kira yang dirasakan Khalid Misy'al setelah syaraf di leher dekat telinganya disuntikkan gas racun. Walaupun dua agen berhasil ditaklukkan oleh satu orang pengawal Misy'al, tapi racun sudah terlanjur disuntikkan.

Kedua agen Mossad yang dibekuk itu lalu ditukar dengan antidote (penawar racun), dan pembebasan Asy-Syahid Syaikh Ahmad Yassin.

Alih-alih berhasil membunuh Misy'al, Israel malah terpaksa melepas ulama mujahid besar itu dari hukuman penjara seumur hidup waktu itu. Allaahu Akbar

Di tahun 2004, seorang pemimpin tertinggi Hamas tewas diroket Israel dalam mobilnya. Dialah Abdul Aziz al-Rantisi. Dan sejak itu, Khalid Misy'al terpilih sebagai pengganti Rantisi untuk memimpin Hamas.

Khalid Misy'al sangat kritis terhadap Yaser Arafat. Ia menolak ide gencatan senjata dengan Israel. Ia ditengarai sebagai kunci dari kebijakan Palestina. Ketika Syeikh Ahmad Yassin dibunuh Israel tahun 2004, ia mengatakan, "Kami tak akan pernah melakukan gencatan senjata dengan Israel jika rakyat Palestina terus diperlakukan seperti ini oleh Israel."

Ketika Hamas menang pemilu sah di Palestina, Khalid mengatakan, "Kita semua harus menyatukan diri, dan segera menyatakan kemerdekan kita. Kita harus punya angkatan bersenjata yang bisa melindungi kita dari agresi Israel."

Sebagai salah satu pemegang saham kemenangan Hamas dalam pemilu, Khalid Misy'al tidak mentang-mentang. Dia tidak seperti umumnya politisi yang minta dibalas dengan 'sanjungan' kekuasaan. Atau, mungkin 'proyek' kompensasi kekuasaan lain. Justru, Khalid memberi jalan bagi Ismail Haniyah untuk menjadi perdana menteri. Dan Khalid Misy'al kembali meneruskan kehidupannya di Suriah yang selalu di bawah bayang-bayang ancaman pembunuhan untuk konsisten memimpin organisasi jihad terbesar dewasa ini.

Dalam sebuah wawancara dengan harian Rusia, Nezavisimaya Gazeta, tanggal 13 November 2006, Khalid Misy'al mengatakan bahwa Hamas akan sudi melakukan gencatan senjata dengan Israel jika Yahudi itu mau menghormati perbatasan Palestina yang sudah ada sebelum tahun 1967, dan Israel menarik diri dari wilayah Palestina. Sebuah syarat yang tidak mungkin akan disetujui Israel.

September tahun 2008, Israel dan media Barat menyebarkan isu bahwa Khalid Misy'al tewas terbunuh di Damaskus, Suriah. Hal ini langsung dibantah anggota Biro Politik Hamas, Muhammad Nazal.

Intaian dan ancaman pembunuhan inilah yang menjadikan Khalid Misy'al tergolong orang yang tidak mudah untuk ditemui. Setidaknya, pengalaman seorang wartawan Hidayatullah, Dzikrullah bersama isterinya yang juga wartawan, bisa menggambarkan betapa ketatnya keamanan untuk Khalid. (kisahnya tertulis di bawah tulisan ini)


Selain konsistensinya, Khalid Misy'al juga dikenal begitu tawadhu. Ia tidak besar hati dalam memposisi dirinya di hadapan publik. Ketika pada Muktamar Internasional di Damaskus November lalu, ada seorang peserta yang berdiri dan membacakan sebuah syair dalam bahasa Arab yang artinya, “Sesungguhnya Hamaslah pembawa panji jihad dan perlawanan yang sesungguhnya!”

Di hadapan dua ribuan peserta muktamirin, Khalid Misy'al menyempatkan diri untuk menjawab syair itu, “Bukan cuma Hamas. Hamas hanya bagian dari dunia Arab dan dunia Islam yang semuanya melakukan perlawanan.”

Kepada faksi Fatah yang disebut oleh Khalid sebagai “saudara-saudaraku yang mulia”, dia menyampaikan bahwa persoalan yang penting bagi Hamas bukanlah Fatah. “Persoalan kita bersama adalah bagaimana memperbanyak orang baik yang akan bangkit membebaskan Al-Quds dan Palestina, darimanapun asal mereka,” tegas Khalid Misy'al penuh semangat.

Pada muktamar itu, Khalid Misy'al menyampaikan gugatan kepada negara-negara sekitar Palestina. Dia mengajak negara-negara tersebut untuk selalu membantu perjuangan Islam di Palestina.

“Jika boleh dianalogkan, maka kelak di Akhirat, rakyat Palestina akan mengadukan kepada Allah kenapa bangsa-bangsa tetangganya membiarkan mereka ditindas dan dizalimi oleh Israel yang dibantu Amerika dan Inggris,” tukas Khalid.

Kapal-kapal kecil dari laut yang jauh, dari Inggris dan Cyprus telah dengan berani menerobos blokade Zionis Israel dan masuk ke Gaza.

“Kenapa sampai hari ini tidak ada satu kapal pun yang berasal dari negara-negara tetangga Palestina menolong rakyat Palestina?” tanya Khalid Misy'al.

Dalam empat bulan terakhir, sudah ada tiga kapal misi perdamaian yang berhasil menembus blokade laut Israel sampai berhasil merapat di pelabuhan Gaza.

Khalid Misy'al juga mengajak seluruh rakyat Palestina mempertanyakan, kenapa dalam berbagai perundingan yang di dalamnya terlibat Amerika, Israel dan Otoritas Palestina, “tidak pernah sekalipun dibicarakan mengenai Hak Kembali ke Palestina bagi bangsa yang sedang terjajah dan terusir ini?”

Ajakan itu disampaikan dalam pidatonya di depan Muktamar Internasional untuk Hak Kembali ke Palestina.

Menurut Khalid, jika benar perundingan-perundingan itu dilakukan untuk kepentingan dan kesejahteraan bangsa Palestina, hal pertama yang harus dibicarakan adalah Hak Kembali.

Kini, jihad sedang berkobar di Gaza, Palestina. Dan, Hamas telah berhasil membuktikan bahwa Amerika dan Israel tak lebih dari sebuah bangsa yang pengecut, tidak seperti yang selama ini digembar-gemborkan media massa mereka. (mnh) dari berbagai sumber

*** Pertemuan Dua Wartawan Indonesia dengan Khalid Misy'al Permintaan wawancara sudah diajukan tiga minggu sebelumnya, saat pasangan suami-istri tersebut berada di Libanon Selatan dalam sebuah misi kemanusiaan bersama tim dokter MER-C (Medical Emergency Rescue Committee). Sepekan sebelum wawancara, penghubung mereka yang juga orang Hamas mengaku diperiksa habis-habisan oleh atasannya.

Tiga hari menjelang wawancara baru terjadi kontak via telepon yang intensif antara Dzikrullah dengan orang Hamas yang berganti-ganti. Sehari sebelum mereka pulang ke Jakarta, baru ada kepastian dari Hamas. Pasti diterima, tapi waktu dan tempat masih dimajumundurkan, dirahasiakan. Jadwal wawancara dimajukan dari jadwal yang sudah disepakati sebelumnya.

Menjelang wawancara, Dzikru dan Santi dijemput dengan hangat dan ramah oleh seorang petinggi Hamas. Tempat pertemuan di sebuah masjid sesudah shalat maghrib, di Damaskus, bekas ibukota Khilafah Bani Umayyah dan kini ibukota Republik Arab Suriah. Hari sudah gelap, tapi beberapa orang berbadan tegap masih terlihat berdiri dan duduk di tempat yang kurang lazim, di sekitar masjid. Mereka berdua diajak masuk ke sebuah sedan yang berkaca sangat gelap.

"Di dalam mobil suasana sudah lebih akrab. Kami saling bertukar salam dan doa. Namun suasana tegang malah meningkat karena tiba-tiba saja supir membentangkan tirai hitam sehingga kami sama sekali tak bisa melihat jalan di depan.

Keadaan gelap itu hampir-hampir sama dengan kalau mata kami ditutup kain hitam," kenang Dzikru. Mobil berjalan cukup cepat, melambat di beberapa belokan, tapi ngebut sebisa mungkin, sampai akhirnya masuk ke sebuah garasi. Sebelum mereka keluar dari mobil, pagar baja tebal berwarna gelap di belakang mobil ditutup secara otomatis.

Mereka kemudian dibimbing masuk dan menemukan beberapa orang yang baru selesai menunaikan shalat Maghrib berjama'ah. Hampir semua pria yang ada di ruangan itu menyandang senjata di dada atau di pinggangnya. Semuanya menyambut dengan senyum akrab dan genggaman tangan yang erat. "Silakan masuk.. silakan masuk... Ahlan wa sahlan.."

"Telepon seluler kami diamankan. Sebuah mesin detektor logam untuk barang dan manusia dioperasikan. Salah seorang pria di dekat mesin itu tidak tersenyum sama sekali. Matanya tajam memandangi bola mata kami satu per satu. Salah seorang dari kami mengucapkan salam dan tersenyum kepada pria gagah ini.

Di belahan dunia manapun, kepada bangsa manapun, senyum selalu ampuh untuk mencairkan suasana. Kali ini tidak mempan. Matanya tetap menyorot tajam. Bibir pria itu hanya bergerak sedikit menjawab salam, tangannya mengisyaratkan bahwa tas komputer jinjing, tas-tas kamera, dan tas tangan kami semua ditinggal di situ untuk nanti akan dikembalikan. Barang-barang petinggi Hamas yang mengantarkan kami juga diperiksa," Dzikru menceritakan suasana saat itu.

Belum selesai. Mereka kemudian diantarkan ke sebuah ruang pertemuan yang ditata seperti ruang tamu di rumah-rumah, berpintu kayu dengan ukiran yang indah. Sunyi dan tenang. Di dinding terdapat billboard bergambar puluhan pemimpin Hamas yang sudah menjadi syuhada, di antaranya Insinyur Al-Maghfurullaah Yahya Ayyasy dan Syaikh Shalah Syahadah.

Ada sebuah poster besar bergambar khusus satu orang, Allahuyarham Syaikh Ahmad Yassin. Di ujung ruangan yang memanjang itu ada maket raksasa Qubatusy-Syaqr bangunan indah beratap sepuhan emas, icon Al-Quds. Di ujung yang satu, sebuah wallpaper besar menutupi seluruh dinding bergambar Masjidil Aqsha, peta dan bendera Palestina, serta logo gerakan Hamas.

Di atas gambar masjid suci ketiga itu tertulis ayat Al-Qur'an surah Al-Isra' ayat pertama: Subhaanalladzii 'asyra bi 'abdihi laylan min al-Masjidil Haraam ila al-Masjidil Aqsha....

Tak lama kemudian seorang pengawal dengan pistol di rompi dan kabel putih di telinga (mirip para anggota Dinas Rahasia Amerika yang mengawal presidennya), datang membawa semua barang-barang Dzikru dan Santi, lalu mempersilakan mereka untuk menggunakannya. Sesudah 10 menit berlalu datanglah seorang pria yang wajahnya menyirnakan seluruh ketegangan yang sejak ba'da Maghrib menggumpal.

Inilah Khalid Misy'al. Berjas setelan abu-abu, berkemeja putih bersih lengan panjang, bersepatu kulit hitam, berkaos kaki abu-abu. Rambut dan jenggotnya rapi dan memutih di sana sini. Hal pertama yang dilakukan pria ini begitu masuk ruangan adalah menyapa Santi, satu-satunya perempuan di ruangan itu.

Badannya sedikit membungkuk, telapak tangan kanannya ia letakkan di dadanya sendiri, sambil tersenyum Misy'al menyapa, "Assalaamu'alaikum, kayfa haluki.. tamaam?"

Sesudah itu dia menyalami dan memeluk para pria yang hadir, seperti bertemu dengan teman lama. Bersamaan dengan kedatangan Misy'al, dua orang pengawal berpistol di pinggang dan rompi mengantarkan air putih dan piring-piring berisi pisang, anggur, pir, dan apel segar.

Abu Umar Muhammad, Kepala Biro Politik Hamas, tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dengan setelan jas yang sangat rapi.

Rupanya, ia menjemput Misy'al untuk sebuah janji yang lain. Kehadiran Abu Umar membatalkan niat Misy'al untuk makan bersama Dzikru dan Santi sesudah wawancara.

Sesudah saling memperkenalkan diri, wawancara dimulai. "Bahasa Inggris saya tak begitu bagus," katanya merendah. (mnh) Sumber: Suara Hidayatullah

Selasa, 14 April 2009

pesan hasan albanna untuk mahasiswa

Bismillaahirrahmaanirrahiem
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, dan para sahabat.
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an).” (An-Nisa’: 174)
Menuju Amal
Wahai Ikhwan!
Setiap kali saya berada di tengah banyak orang yang senantiasa mendengarkanku, maka saya memohon kepada Allah dengan sangat agar Dia berkenan mendekatkanku kepada suatu masa, di mana ketika itu kita telah meninggalkan medan kata-kata menuju medan amal, dari medan penentuan strategi dan manhaj menuju medan penerapan dan realisasi Telah sekian lama kita menghabiskan waktu dengan hanya sebagai tukang pidato dan ahli bicara, sementara zaman telah menuntut kita untuk segera mempersembahkan bahkan amal-amal nyata yang profesional dan produktif. Dunia kini tengah berlomba untuk membangun unsur-unsur kekuatan dan mematangkan persiapan, sementara kita masih berada di dunia kata-kata dari mimpi-mimpi,
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (As, Shaff” 2-3)
Wahai Ikhwan!
Ikhwan telah menegaskan kepada kalian tentang universalitas, daya jangkau, dan daya sentuh ajaran Islam atas seluruh aspek kehidupan umat, baik yang sedang bangkit, telah mapan, yang baru tumbuh, maupun yang sudah maju. Sebagian mereka memperbincangkan tentang “sikap Islam terhadap nasionalisme”. Islam mengingatkan pada kalian bahwa nasionalisme Islam adalah nasionalisme yang paling luas batasnya, yang paling integral eksistensinya, dan paling abadi. Sesungguhnya orang yang paling ekstrim fanatismenya pada tanah air tidak mendapatkan semuanya pada agen-agen nasionalisme fanatik sebagaimana yang didapatkan pada semangat nasionalisme kaum muslimin. Saya tidak perlu memperpanjang penjelasan mengenai hal itu setelah mereka mengungkapnya, akan tetapi saya. hanya akan mengungkap satu hal, yang banyak orang salah paham tentangnya dan besar pula eksesnya. Satu hal itu adalah “Politik dan Islam.”
Agama Dan Politik
Sedikit sekali Anda akan menjumpai orang yang berbicara kepada Anda tentang politik dan Islam, kecuali Anda akan melihat orang tadi memisahkan dengan pemisahan yang sejauh-jauhnya antara politik dan Islam. Ia letakkan setiap makna dari keduanya di sisi yang berbeda. Keduanya menurut sebagian besar orang tidak mungkin dapat bertemu dan berintegrasi. Dari pemahaman inilah kemudian sebuah jam’iyah yang berorientasi ke sana dinamakan jam’iyah Islamiyah, bukan Siyasiyah. Di situ yang ada hanya integrasi spiritual keagamaan yang tidak ada unsur politik di dalamnya.
Anda bisa melihat pada pengguliran undang-undang dan sistem yang ada di organisasi-organisasi Islam bahwa jam’iyah (organisasi) tidak membahas masalah-masalah politik.
Sebelum saya mengupas teori ini, baik dengan membenarkan atau menyalahkan, saya ingin menekankan dua hal penting:
Pertama: sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar antara kepartaian dan politik. Keduanya mungkin bisa bersatu dan mungkin juga berseteru. Mungkin, seseorang disebut politisi dengan segala makna politik yang terkandung di dalamnya, namun ia tidak berinteraksi dengan partai atau bahkan tidak ada kecenderungan ke sana. Mungkin pula ada orang yang berpolitik praktis (terjun dalam kepartaian) namun ia sama sekali tidak mengerti masalah politik. Atau mungkin ada pula orang yang menggabungkan antara keduanya sehingga ia adalah politisi yang berpolitik praktis atau berpolitik praktis yang politisi pada proporsi yang sama.
Ketika saya berbicara tentang politik praktis pada kesempatan ini, maka yang saya kehendaki adalah politik secara umum. Yakni melihat persoalan-persoalan umat baik internal maupun eksternal yang sama sekali tidak terikat dengan hizbiyah (kepartaian). Ini yang pertama.
Kedua: sesungguhnya orang-orang non muslim, tatkala mereka bodoh tentang Islam ini, atau tatkala mereka dibuat pusing oleh urusan dan kokohnya Islam yang menancap di dalam jiwa para pengikutnya, atau kesiapan berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya, maka mereka tidak berusaha untuk Melukai jiwa-jiwa kaum muslimin dengan menodai nama Islam, syariat, dan undang-undangnya. Namun mereka berusaha membatasi substansi makna Islam pada lingkup sempit Yang menghilangkan semua sisi kekuatan operasional yang ada di dalamnya, Kendati setelah itu yang tersisa bagi kaum muslimin adalah kulit luar dari bentuk dan performa yang sama sekali tidak berguna.
Maka mereka berusaha memberikan pemahaman kepada kaum muslimin bahwa Islam adalah sesuatu sementara masalah sosial adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu dan perundang-undangan adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu suatu dan masalah-masalah ekonomi adalah sesuatu yang lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Islam adalah sesuatu, dan peradaban bukan bagian darinya. Islam adalah sesuatu yang harus berada pada jarak yang jauh dari politik
Berbicaralah kepadaku atas nama Tuhanmu wahai ikhwan! jika Islam adalah sesuatu yang bukan politik bukan sosial, bukan ekonomi, dan bukan peradaban, lantas apa Islam itu? Apakah ia hanya rakaat-rakaat kosong tanpa kehadiran hati? Apakah ia hanya lafazh-lafazh sebagaimana yang dikatakan Rabi’ah Al-Adawiyah, “Istighfar yang butuh kepada istighfar? ” Hanya untuk hal semacam inikah Al-Qur’an itu diturunkan sebagai aturan yang sempurna, jelas, dan rinci? “Sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman,” (An-Nahl: 16)
Substansi makna yang merendahkan fikrah Islamiyah dan ruang sempit yang dibatasi oleh makna Islam semacam inilah yang diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk mempersempit ruang gerak kaum muslimin di dalamnya dan melecehkan mereka seraya (musuh-musuh itu) mengatakan, “Kami berikan kepada kalian kebebasan beragama. ” Padahal Undang-Undang Dasar negara telah menggariskan bahwa agama resmi negara adalah Islam.
Islam Yang Utuh

Wahai Ikhwan!
Saya umumkan dari atas mimbar ini dengan penuh keterusterangan, ketegasan, dan kekuatan kata, bahwa Islam itu bukan sebagaimana makna yang dikehendaki para musuh agar umat Islam terkurung dan terikat di dalamnya, Islam adalah aqidah dan ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan moral dan material, peradaban dan perundang-undangan. sesungguhnya seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk Memperhatikan semua persoalan umat Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum muslimin, dia bukan termasuk golongan mereka
Saya yakin para salafus shalih -semoga Allah melimpahkan ridha kepada mereka- tidak memahami Islam selain dengan makna ini. Dengannya mereka berhukum, demi kejayaannya mereka berjihad, di atas kaidah-kaidahnya mereka bergaul dan berinteraksi, serta pada batas-batasnya mereka mengatur setiap urusan dari urusan-urusan kehidupan dunia yang operasional, sebelum nantinya urusan-urusan akhirat yang spiritual. Semoga Allah berkenan memberi rahmat kepada Sang Khalifah Perdana tatkala beliau berkata, “Seandainya tali untaku hilang, tentu aku akan mendapatkannya dalam Kitabullah.”
Setelah batasan global dari makna Islam yang syamil dan substansi makna politik yang tidak terkait dengan kepartaian ini, saya bisa mengatakan secara terus terang bahwa seorang muslim tidak akan sempurna Islamnya. kecuali jika ia seorang politisi, mempunyai jangkauan pandangan yang jauh, dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap umatnya. Saya juga bisa katakan bahwa pembatasan dan pembuangan makna ini (pembuangan makna politik dari substansi Islam, pent.) sama sekali tidak pernah digariskan oleh Islam. Sesungguhnya setiap jam’iyah islamiyah harus menegaskan pada garis-gars besar programnya tentang Perhatian dan kepedulian jam’iyah tadi terhadap persoalan-persoalan politik umatnya, Kalau tidak seperti itu, jam’iyah tadi butuh untuk kembali memahami makna Islam yang benar.
Wahai Ikhwan!
Biarkan saya untuk bersama kalian berpanjang lebar dalam menegaskan makna ini, di mana hal itu mungkin sesuatu yang Mengejutkan dan asing di mata mereka-mereka yang terbiasa mendengarkan senandung perpisahan antara Islam dan politik. mungkin pula setelah penegasan ini, setelah selesainya acara ini, akan ada sebagian orang yang mengatakan, “Sesungguhnya jamaah Ikhwanul Muslimin telah menanggalkan mabda’-mabda’nya telah keluar dari sifat-sifatnya dan menjadi sebuah jamaah politik, setelah sebelumnya merupakan jamaah keagamaan Kemudian setiap orang yang gemar menduga-duga akan terus melakukan berbagai ta’wil dengan berdasar kepada sebab-sebab perubahan menurut pandangannya itu,
Wahai tuan-tuan, Allah mengetahui bahwa aktivis Ikhwan tidak Pernah melewatkan suatu hari pun untuk tidak menjadi politisi sebagaimana tidak mungkin melalui suatu waktu untuk menjadi ghairul muslimin Dakwah mereka tidak pernah memisahkan antara politik dan agama, dan manusia tidak akan pernah melihat mereka pada suatu saat menjadi pembela hizbiyah.
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya seraya berkata, ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amalmu kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al-Qashash:55)
Mustahil Ikhwan meniti jalan yang bukan jalan mereka, atau beramal untuk sebuah fikrah yang bukan fikrah mereka ‘ atau mensibghah diri dengan warna yang bukan warna Islam yang hanif.
“Shibghah Allah, dan adakah shibghah yang lebih baik dari pada (shibghah Allah? Dan kami hanya menghambakan diri kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 138)
Politik Internal
Wahai Ikhwan!
Biarkan saya untuk berpanjang lebar bersama kalian dalam menegaskan makna ini Saya katakan, kalau yang dikehendaki dari politik adalah makna internalnya seperti mengatur roda Pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, mengontrol dan membantu para petinggi agar mereka ditaati jika berbuat baik dan diluruskan, Jika menyimpang sungguh Islam telah memperhatikan sisi ini, telah meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya, merinci hak-hak pemerintahan dan hak-hak yang diperintah (rakyat) menjelaskan sikap-sikap yang zhalim dan yang dizhalimi, serta Menggariskan batas-batas (hukuman) yang tidak boleh dilanggar dan dilampaui.
Model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan berbagai cabangnya, telah diungkap oleh Islam. Islam -pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan hal itu, Islam telah menggariskan ushul yang integral, kaidah-kaidah yang umum dan maqashid, yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi mereka.
Islam telah menggariskan dan menegaskan adanya kepemimpinan umat serta mewasiatkan agar setiap muslim mampu menjadi manajer dengan kesempurnaan manajerialnya dalam memantau jalannya roda pemerintahan, memberikan nasihat, kontribusi, dan selalu kritis terhadap setiap hasil perhitungan. Islam telah mewajibkan kepada petinggi pemerintahan agar berbuat bagi kemaslahatan rakyat dalam rangka memapankan yang haq dan membasmi yang batil, maka ia juga mewajibkan kepada rakyat agar mendengar dan taat kepada pemimpin. Jika pemimpin itu dijumpai melakukan penyimpangan, maka wajib bagi mereka untuk meluruskannya sesuai dengan kebenaran yang ada, memberlakukan hukum yang berlaku, dan mengembalikannya kepada kerangka keadilan. Ajaran ini semua bersandar pada kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah saw., kami sama sekali tidak mengada-ada. Berikut adalah firman Allah yang menjelaskan hal itu:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab Yang lain itu. Maka putuskan perkara mereka menurut apa Yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengar meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan Yang terang Seandainya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap Pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya pada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya padamu apa Yang telah kamu perselisihkan itu.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari Sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya, Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
Apakah hukum Jahiliyah Yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah Yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang Yang yakin?” (Al-Maidah: 48-50)
Ada puluhan ayat lain yang membahas apa yang kita sebutkan di atas secara gamblang dan rinci.
Perihal penegasan adanya pemimpin umat dan penegasan dengan adanya opini umum yang ada di dalamnya, Rasulullah saw. bersabda, “Agama itu nasihat.” Mereka berkata, “Bagi siapakah wahai Rasulullah!”, Rasulullah menjawab, “Bagi Allah dan Rasul-Nya, Kitab-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan kalangan umum mereka.”
Rasulullah saw. juga bersabda, “Sesungguhnya jihad Yang paling utama adalah kata-kata yang benar di depan penguasa durjana ”
Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang Yang berdiri di hadapan pemimpin Yang zhalim kemudian menyuruh (melakukan) kebaikan dan mencegahnya (dari perbuatan Yang keji) lalu sang pemimpin tadi membunuhnya.”
Ada ratusan hadits lain Yang menjelaskan dengan rinci tentang pernyataan di atas, menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, mengontrol kerja para petinggi pemerintahan, dan memantau sejauh mana kadar penghargaan mereka terhadap kebenaran dan upaya mereka dalam merealisasikan hukum-hukum Allah.
Nah, apakah Rasulullah saw. ketika memerintah untuk melakukan campur tangan (terhadap urusan pemerintahan), atau pemantauan, atau kontribusi, atau apalah namanya, beliau menjelaskan bahwa amal tersebut bagian dari agama. Ia adalah jihad akbar yang balasannya adalah syahadah udzma (syahadah vang paling agung). Apakah ketika melakukan itu Keduanya akan bertentangan dengan ajaran Islam, mencampuradukkan politik dengan agama, atau hal itu merupakan karakteristik Islam yang karenanya Allah swt mengutus Nabi-Nya Muhammad saw?
Pada saat kita memisahkan hal tersebut dari Islam, itu berarti kita telah memberikan persepsi pada diri kita tentang sebuah Islam yang khusus, tidak sebagaimana yang dibawa Rasulullah saw.
Sungguh substansi integral dari makna Islam yang shahih ini telah bertengger dalam jiwa Para salafus shalih dari umat ini, telah bersemayam dengan spiritualitas dan intelektualitas mereka, serta terlihat dengan jelas dalam beberapa abad kehidupan, sebelum akhirnya muncul sebuah Islam yang terjajah, yang rendah dan hina,
Dari sinilah wahai ikhwan, para sahabat Rasulullah saw. membahas permasalahan sistem pemerintahan, berjihad dalam membela kebenaran, bersedia memanggul beratnya beban dalam kepemimpinan umat, dan memperlihatkan sebuah karakter yang lekat dengan kepribadian mereka, yakni ahli ibadah di malam hari dan tentara berkuda di siang hari. Sampai-sampai Ummul Mukmimm, Aisyah berkhutbah di depan khalayak tentang Pernik-Pernik Politik dan mempresentasikannya kepada mereka liku-liku Pemerintahan dengan penjelasan yang memukau disertai argumen yang kuat.
Dari sini pula, maka pasukan tentara yang berani menjebol benteng ketaatan kepada Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, berani memerangi dan melakukan oposisi kepadanya yang di pimpin oleh Ibnul Ash’ats dinamakan “Katibatul Fuqaha”, karena di dalamnya terdapat Sa’id bin Jubair, Amir Asy-Sya’bi, serta para fuqaha dan ulama dari kalangan tabiin.
Dari sinilah kita bisa melihat bagaimana sikap para ulama -semoga Allah ridha kepada mereka- dalam memberi nasihat dan kontribusi kepada raja, menghadapi para pemimpin pemerintahan dengan al-haq, yang kisah sebagian mereka tidak akan cukup diungkap di sini, apalagi semuanya.
Masih dari dalam kerangka ini, buku-buku fiqih dulu maupun, sekarang penuh dengan bahasan tentang hukum imarah (kepemimpinan), Syahadah (kesaksian), da’awaa (hukum tuduhan), jual-beli, muamalah, hudud, dan ta’zir (pengasingan). Ini semuanya karena Islam merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliyah (operasional) dan ruhiyah (spiritual). Jika kekuasaan perundang-undangan (baca: Lembaga Legislatif) menggariskan hukum-hukum itu, maka ia siap untuk dijaga (eksistensi hukum tadi) dan dilaksanakan oleh lembaga eksekutif dan yudikatif. Tidak ada gunanya perkataan seorang khatib di atas mimbar setiap Jum’at, “Sesungguhnya khamer, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan.” (Al-Maidah: 90) Padahal pada saat yang sama undang-undang negara membolehkan mabuk-mabukan dan para aparat pun tidak segan-segan melindungi para pemabuk, bahkan mengantarkan mereka (ketika mabuk) sampai ke rumah dengan aman.
Oleh karena itulah ajaran Al-Qur’an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban seorang muslim adalah harus mempunyai kepekaan dalam memberi jalan keluar kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiyah. Inilah sikap Islam terhadap politik internal.
Politik Eksternal
Jika yang dikehendaki dari politik adalah makna eksternalnya, yakni menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran-sasaran yang mulia, di mana dengan cara itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral maupun multilateral yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional yang peraturan ini biasa mereka sebut Hukum Internasional. Jika itu semua yang dikehendaki, maka Islam telah menaruh perhatian serius akan masalah itu dan memberikan fatwa dengan jelas dan gamblang tentangnya. Di mana kaum muslimin diwajibkan untuk menerapkan hukum-hukum tersebut secara sama antara ketika perang dan dalam keadaan damai. Barangsiapa mengabaikan dan menelantarkannya, berarti ia bodoh tentang ajaran Islam, atau bahkan telah murtad.
Islam telah menerapkan kepemimpinan umat Islam dan supremasinya bagi umat lain pada banyak ayat dalam Al-Qur’an, di antaranya:
“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
“Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat pertengahan (adil dan pilihan) dan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia.” (Al-Baqarah: 143)
“Dan izzah itu adalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” (Al-Munafiqun: 8)
Al-Qur’an juga menegaskan integritas kepemimpinan umat ini dan membimbingnya menuju penjagaan eksistensi serta mengingatkan akan bahaya campur tangan dari yang lain terhadap berbagai urusan internalnya, sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi Sungguh telah Kami terangkan padamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu menyukai mereka padahal mereka tidak menyukai kamu (Ali Imran: 118-119)
Di samping itu Al-Qur’an mengingatkan akan bahaya kolonialisme dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya bagi (keutuhan) bangsa. Berkenaan dengan hal itu, Allah berfirman:
“Sesungguhnya raja-raja (penjajah), jika memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya- yang mulia jadi hina, dan demikianlah yang akan mereka perbuat.” (An-Naml 34)
Kemudian Islam mewajibkan umatnya untuk menjaga eksistensi superioritas kepemimpinan ini dan memerintah untuk menyiapkan berbagai bekal dan kesempurnaan kekuatan, Sehingga al-haq akan tetap terpelihara dengan kemuliaan superioritas kepemimpinan tadi, sebagaimana itu pernah terjadi pada masa merekahnya cahaya hidayah.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (Al-Anfal: 60)
Islam juga tidak lupa menyuruh umatnya agar bersikap hati-hati tatkala dalam kondisi menang, berhati-hati dari sifat tidak adil dan perampasan hak. Islam sangat menekankan kepada kaum muslimin agar menjauhi sifat permusuhan bagaimana pun bentuknya, sebagaimana dalam firman Allah:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, Berlaku adillah karena berlaku adil itu lebih dekat kepada taqwa (Al-Maidah: 8)
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allahlah kembali segala urusan.” (Al-Hajj: 41)
Dari sinilah wahai ikhwan, kita lihat para penghuni masjid, para pencinta ibadah, para penghafal Al-Qur’an AI-Karim, bahkan putra-putra desa dari kampung dari kalangan salaf tidak puas dengan kemerdekaan negara mereka, kemuliaan kaum mereka, dan terbebasnya bangsa mereka saja. Akan tetapi mereka berkelana ke pelosok bumi, melanglang buana sampai ke seluruh penjuru negeri untuk membebaskan dan mendidik (negeri-negeri itu). Mereka memerdekakan umat sebagaimana mereka telah merdeka Mereka beri petunjuk dengan hanya Allah sebagaimana mereka telah mendapatkannya Mereka bimbing umat kepada kebahagiaan dunia dan akhirat Mereka tidak menipu, tidak durhaka, dan tidak melampaui batas. Mereka tidak memperbudak manusia, karena manusia-manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka.
Dari sini pulalah kita. melihat Uqbah bin Nafi’ melintasi lautan Atlantik, seraya berkata,
“Ya Allah, seandainya aku tahu bahwa di balik samudera ini terdapat bumi yang lain, tentu akan aku lanjutkan pengembaraan ke penjuru negeri untuk berjihad di jalan-Mu.”
Pada saat yang sama, putra Abbas, salah satu di antara mereka wafat dan dikubur di Thaif dekat Mekkah, yang kedua di Bumi Turki di wilayah paling Timur, dan yang ketiga di Afrika, wilayah paling Barat. Hal itu dalam rangka jihad fi sabilillah untuk meraih keridhaan Allah. Demikianlah para sahabat dan tabiin memahami dengan benar bahwa politik eksternal adalah bagian dari lubuk kedalaman ajaran Islam.
Hak-Hak Internasional
Sebelum saya akhiri rangkaian penjelasan ini, saya ingin menegaskan kepada kalian sebuah penegasan final, bahwa politik Islam, baik internal maupun eksternal sangat menghargai hak-hak non muslim, baik hak-hak internasional, maupun hak-hak kenegaraan bagi minoritas non muslim. ini semua karena wibawa Islam di mata internasional adalah kharisma yang paling prestisius sepanjang sejarah.
Allah swt. berfirman,
“Dan jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Al-Anfal: 58)
“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (At-Taubah: 4)
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (Al-Anfal: 61)
Jika Italia maju seperti itu memerangi Ethiopia sampai bisa menguasainya dan tidak pernah sama sekali mengumumkan perang kepadanya atau memberi aba-aba sebelumnya, kemudian jejaknya diikuti oleh Jepang, ia perangi Cina dan tidak pernah memberi tahu dan mengumumkan sebelumnya, maka sejarah tidak pernah mencatat suatu kejadian pun dari Rasulullah saw. atau dari para sahabat bahwa mereka pernah memerangi suatu kaum atau menyerang suatu kabilah, tanpa memberi tahu terlebih dahulu, mengumumkan dan mengembalikan perjanjian dengan jujur.
Islam menjamin hak-hak minoritas dengan nash Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Politik Islam juga sama sekali tidak bertentangan dengan sistem undang-undang yang berdasarkan Syura. Bahkan sesungguhnya politik Islamlah yang meletakkan dasar-dasarnya dan menyuruh manusia untuk melaksanakannya. Sebagaimana hal itu tertera dalam firman Allah,
“….dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali lmran: 159)
Rasulullah saw. tidak segan-segan bermusyawarah dengan para sahabatnya dan mempertimbangkan pendapat salah seorang di antara mereka, sehingga jelaslah mana dari pendapat itu yang benar. Sebagaimana hal itu dilakukan Rasul bersama Habbab bin Al-Mundzir pada Perang Badar. Rasulullah juga bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Seandainya kalian berdua sepakat, niscaya aku tidak akan menentang kalian. ” Demikian pula Umar pernah meninggalkan suatu perkara untuk kemudian disyurakan oleh kaum muslimin. Dan kaum muslimin akan senantiasa dalam kebaikan selama perkara mereka diputuskan dengan syura di kalangan mereka.
Keluasan Tasyri’ Islami
Ta’alim dan politik Islam sama sekali tidak mengandung substansi makna yang usang dan ketinggalan zaman Bahkan ia merupakan tata perundang-undangan (tasyri’) yang paling jeli dan utuh. Sistem perundang-undangan telah mengakui dan zaman akan mengungkap kepada manusia tentang kejelasan masalah yang belum mereka ketahui, bahwa tasyri’ islami telah mendahului tata perundang-undangan manapun dalam hal kejelian di bidang hukum, presentasi permasalahan, dan keluasan sudut pandang. Hal ini banyak dibuktikan oleh pakar-pakar hukum non muslim, sebagaimana hal itu banyak disebut dalam buku-buku dan tulisan-tulisan mereka. juga diperkuat oleh muktamar-muktamar perundang-undangan internasional, yang membuktikan bahwa Islam telah meletakkan kaidah-kaidah global yang menjadikan seorang muslim tidak akan meninggalkan medan yang luas untuk memanfaatkan setiap tasyri’ yang berguna dan tidak bertentangan dengan asas-asas dan maqashid Islam. Islam memberi pahala dalam berijtihad dengan menepati syarat-syaratnya, menetapkan kaidah mashlahah mursalah, mengkategorikan ‘urf (adat istiadat) sebagai salah satu penentu keputusan hukum dan sangat menghargai pendapat imam.
Kaidah-kaidah ini semuanya menjadikan tasyri’ islami pada posisi puncak di antara perundang-undangan dan hukum-hukum yang ada.
Kandungan makna-makna seperti ini wahai ikhwan ingin disebarluaskan di antara kita. dan kemudian kita mendeklarasikannya kepada manusia-manusia yang lain. Karena masih banyak orang yang memahami Nizham Islam (sistem Islam) dengan makna yang sama sekali tidak sesuai dengan hakikat yang sebenarnya. Karena itulah banyak dari mereka yang lari dari Islam dan memerangi dakwahnya. Seandainya mereka memahami sesuai aslinya, niscaya akan kembali kepada Islam, bahkan akan menjadi orang-orang pertama dalam membelanya ‘ sangat bersemangat, dan paling lantang bersuara dalam mendakwahkannya.
Partai Politik
Saudara-saudara yang mulia…
Tinggal satu lagi makna politik dari sekian makna yang ada. Sangat berat untuk saya sampaikan bahwa makna tadi adalah makna yang disamakan dan selalu menyertai kata politik secara tidak proporsional dalam benak sebagian besar orang di kalangan kita. Makna itu adalah bahwa politik sama dengan kepartaian (al-hizbiyah).
Tentang partai politik, saya pribadi mempunyai pendapat khusus dan saya tidak ingin untuk memaksakan pendapat tadi kepada orang lain. Karena sesungguhnya hal itu bukan untuk kepentingan saya atau kepentingan seseorang. Akan tetapi saya juga tidak ingin merahasiakannya. Saya melihat bahwa kewajiban memberi nasihat kepada umat khususnya dalam situasi seperti ini, itulah sesungguhnya yang mendorong saya untuk mengungkapkan dan mendeklarasikannya kepada manusia secara jelas dan gamblang
Demikian pula saya berharap agar dipahami dengan baik bahwa ketika. saya berbicara tentang partai politik, bukan berarti saya akan berbicara dari partai yang satu kepada partai yang lain, atau mendukung salah satu partai di antara partai-partai yang ada, atau mengkritik yang satu dan memuji yang lain. bukan itu bukan bagian dari tugas saya. Namun saya akan membahas tentang prinsip kepartaian itu apa adanya dan mengungkapkan akibat-akibat serta pengaruh yang akan ditimbulkannya. Setelah itu saya biarkan partai-partai yang ada sepanjang sejarah ini dan juga opini umum, untuk menilainya. Dan balasan yang haq itu hanya milik Allah semata,
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapat segala kebajikan di hadapannya, begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya.” (Ali Imran: 30)
Tuan-tuan, saya berkeyakinan bahwa partai politik, jika pun sesuai untuk sebagian kondisi dan sebagian negara, maka belum tentu sesuai untuk keseluruhannya. Dan partai politik selamanya tidak sesuai untuk negara Mesir, khususnya pada dekade ini, di mana kita menapaki era baru dan kita ingin untuk membangun bangsa kita dengan kokoh, yang hal itu membutuhkan penyatuan potensi, terkumpulnya berbagai kekuatan, pemanfaatan setiap spesialisasi, dan mencurahkan waktu sepenuhnya untuk upaya perbaikan.
Seiring dengan tekad kita melakukan perbaikan internal ini, kita harus menyadari bahwa di belakang kita terdapat sebuah manhaj besar, yang menuntut kita untuk mengerahkan semua Potensi ke arah realisasinya, untuk menciptakan suatu bangsa yang dinamis, progresif, dan selalu siap dengan segala sarana dan prasarana modernitas. Itu semua tidak terwujud kecuali dengan adanya kepemimpinan yang shalih dan bimbingan yang lurus, sehingga terwujud sebaik-baik proses takwin (pembentukan). yang bakal mengikis habis ketidakberdayaan, kemiskinan, kebodohan, dan inferioritas. Karena semua itu merupakan faktor penyebab kehancuran dan kendala kebangkitan. Bukan di sini tempatnya untuk mengungkap rincian manhaj tadi, semoga ada waktu yang lain. Saya tahu kita semua merasa berat dengan beban yang harus dipikul, merasa betapa banyak tenaga dan potensi yang harus dikerahkan dalam menata tanzhim internal (baca: negara) di semua aspek kehidupan.
Kita telah menetapkan sistem politik wihdah (kesatuan tanpa kepartaian) dua kali. Setiap kali dari dua periode itu selalu menampakkan kecemerlangan dalam sejarah kebangkitan. Periode pertama adalah ‘fajar kebangkitan yakni tatkala bangsa ini muncul dari dalam shaf yang satu dan bersatu-padu menyerukan dan menuntut haknya di tengah kebuasan para pemberangus dan penjajah, serta ketika kekuatan-kekuatan zhalim bercokol dalam pemerintahannya. Yang kedua adalah tatkala pembentukan ‘front nasional’ yang mengajak kita menapaki langkah kendati pendek, namun tidak bisa dipungkiri langkah itu mengajak ke depan.
Kita juga telah mencoba sistem multi partai berkali-kali. Namun tidak ada yang bisa kita lihat dan kita rasakan kecuali tercerai-berainya masyarakat, kerja yang berantakan, berbagai urusan rusak binasa, dekadensi moral, kehancuran rumah tangga, keterputusan hubungan kekerabatan, dan saat itulah musuh memanfaatkan situasi di tengah-tengah mereka yang bersengketa dan bercerai-berai.
Kepartaian Dan Campur Tangan Asing
Saya yakin wahai tuan-tuan, bahwa campur tangan asing dalam urusan umat itu tidak akan masuk kecuali melalui pintu persengketaan, perselisihan, dan sistem kepartaian yang jelek. Kalau salah Satu partai menang, maka musuhnya akan senantiasa mengintai, menunjukkan sikap perlawanan pada yang lain dan bersikap, seperti kera. di depan kucing. Di balik itu rakyat tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali kerugian yang besar menyangkut harga diri, kemerdekaan, moral, dan kepentingan-kepentingannya.
Sesungguhnya kita ini wahai ikhwan, adalah bangsa yang belum sempurna kemerdekaannya. Kita saat ini masih dalam kebimbangan. Masih banyak ambisi yang melingkupi kita dari Segala penjuru. Sungguh tiada jalan untuk memelihara. dan mengisi kemerdekaan serta mengikis habis ambisi-ambisi ini kecuali dengan persatuan dan kesatuan.
Jika sebuah bangsa yang telah sempurna kemerdekaannya dan telah menemukan jati dirinya, diperkenankan untuk berada dan membentuk kelompok (partai-partai) dalam masalah-masalah yang bukan esensial, maka hal serupa itu tidak dapat berlaku di negara yang baru tumbuh, Sebagaimana kita mencatat kejadian-kejadian berskala internasional, maka terapinya adalah kembalinya bangsa-bangsa itu untuk membersihkan diri secara mutlak atau tetap dalam kondisi formalisme kepartaian semata dan konservatif tradisional dengan tetap adanya wihdah di semua ini
Tidak Ada Partai Politik Di Mesir
Saya juga yakin bahwa partai-partai politik yang ada di Mesir sekarang ini lebih sebagai partai politik karbitan ketimbang sungguhan. Yang mendorong kemunculannya itu lebih bersifat inisiatif perorangan daripada kepentingan nasional. Tugas serta faktor-faktor yang melatarbelakangi pembentukan partai-partai itu kini sudah tidak ada lagi. Maka sistem ini seharusnya juga tidak berlaku, menyusul tidak adanya tugas dan faktor-faktor Yang melatarbelakanginya.
Partai Wafd dibentuk oleh rakyat untuk menuntut kemerdekaan dengan jalan negosiasi. Dan itulah tugasnya. Kemudian dari partai itu berdirilah partai Ahrar Ad-Dusturiyin karena adanya Perbedaan dalam cara dan gaya negosiasi. Negosiasi dengan cara, Sistem, dan kaidah-kaidahnya itu kini telah usai. Maka tugasnya Pun semestinya telah selesai.
Partai Rakyat (Hizbusy Sya’b) terbentuk karena adanya aturan dan undang-undang khusus. Undang-undang sebagai aturan dengan segala bentuk dan situasinya itu kini telah usai. Maka misi pendirian partai itu pun berarti telah selesai. Berdirinya Partai Persatuan (Hizbul Ittihaad) dikarenakan adanya sikap dan kondisi khusus yang menyangkut pertikaian antar golongan dan partai. Kondisi-kondisi seperti ini semuanya telah usai dan berkembanglah situasi-situasi baru yang menuntut adanya manhaj (sistem) dan kerja untuk merealisasikannya, Jadi adanya partai-partai ini sama sekali tidak punya arti. Tidak ada gunanya kembali ke masa lalu, sementara masa depan sangat mendesak kita untuk segera beramal dan meniti jalan dengan langkah secepat mungkin.
Islam Tidak Merekomendasikan Kepartaian
Wahai Ikhwan!
Setelah pemaparan di atas, saya yakin bahwa Islam yang merupakan dienul wihdah dalam segala hal, adalah agama kelapangan dada, kejernihan hati, ukhuwah yang shahih, dan kerjasama yang jujur antara seluruh lapisan masyarakat, apalagi sesama umat mukmin. Sesungguhnya bangsa yang bersatu sama sekali tidak akan merekomendasi, tidak merelakan, dan tidak menyetujui adanya sistem kepartaian. Al-Qur’an sendiri mengatakan,
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (Ali Imran 103)
Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan (amalan) yang lebih utama dari shalat dan shaum?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah!” Rasulullah saw. bersabda, “Melakukan ishlah (mendamaikan) antara sahabat!”
Semua konsekuensi logis yang diakibatkan oleh sistem kepartaian, seperti: perpecahan, pemutusan hubungan, perselisihan, dan permusuhan, semua itu sangat dibenci oleh Islam. Banyak hadits tegas dan ayat yang memberikan perhatian dan larangan yang kalian untuk tidak mendekatinya. Rincian hal itu panjang dan semua mungkin sudah mengetahuinya.
Kebebasan Berpendapat
Wahai Ikhwan!
Bebaskanlah antara kepartaian yang slogannya adalah kebebasan pendapat dan kebebasan berselisih dalam berbagai pandangan baik yang umum maupun detailnya, dengan kebebasan berpendapat yang dibolehkan dan dianjurkan dalam Islam dan ungkapkan berbagai sudut pandang perbedaan -yang sudah dalam rangka mencari kebenaran. Sehingga mana baik sudah jelas masalahnya, semua orang mau mengikutinya, demikian arus mayoritas, maupun ijma’ para ulama. Dengan tegaknya tidak ada fenomena di tengah masyarakat kecuali tegaknya persatuan dan tidak pula di tengah para ulama kecuali kesepakatan.
Wahai Ikhwan!
Telah tiba saatnya untuk menggaungkan suara dalam rangka menghapus sistem kepartaian di Mesir. Telah tiba saat untuk mengganti hanya dengan sebuah sistem yang mempersatukan kata dan mengintegrasikan semua potensi umat di bawah naungan manhaj islami yang shalih. Di mana dengan menggariskan akan mengoperasionalkannya semua kekuatan dan potensi bisa menyatu.
Dengan Prinsip-prinsip di atas, Ikhwanul Muslimin melihat bahwa kewajiban mereka tidak bisa ditawar-tawar lagi baik dari deklarasi Islam, kenegaraan, maupun kemanusiaan, mereka mendeklarasikan dan mengungkapkannya kepada manusia dengan penuh keimanan dan argumentasi yang kuat, dengan penuh keyakinan bahwa realisasi dari prinsip-prinsip itu merupakan satu-satunya jalan untuk memantapkan kebangkitan di atas asas dan pondasi yang paling utama.
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya. Dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 24)
Hasan Al-Banna
Khatimah
Wahai Ikhwan!
Mungkin banyak orang yang akan menertawakan prinsip-prinsip ini manakala mereka mendengarnya. Mereka adalah orang-orang yang putus asa atas diri mereka sendiri, lupa akan adanya dukungan Allah bagi hamba-hamba yang beriman dan tidak mengetahui bahwa apa yang kalian deklarasikan ini bukanlah sesuatu yang baru. Ia adalah dakwah islamiyah yang dibawa dan diperjuangkan oleh Rasulullah saw. serta diamalkan oleh para sahabat beliau. Wajib bagi setiap muslim yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan kitab-Nya untuk mengamalkannya dan berjihad di jalannya, sebagaimana mereka dahulu telah memperjuangkannya.
Wahai Ikhwan!
Adapun kalian, sungguh kalian telah beriman kepada prinsip-prinsip itu semuanya. Kalian yakin bahwa Allah akan memenangkan perkaranya. Untuk hal itu kalian sudah memiliki argumentasi ilmiah, landasan historis, kondisi geografis, dan dukungan Rabbani, serta mendapatkan kabar gembira dalam firman Allah, Tuhan semesta alam.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi.” (Al-Qashash: 5)
Ketahuilah bahwa Allah beserta kalian. Saya tidak ingin panjang lebar untuk menjelaskan kewajiban kalian, karena kalian telah mengetahuinya. berimanlah ikhlaslah, berbuatlah, dan nantikan saat-saat keberuntungan dan kemenangan. Bagi Allah semua perkara, sebelum dan sesudahnya. Pada hati itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang (dikehendaki-Nya. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hasan Al-Banna

Hubungan Tarbawi dan Siyasi

Dengan tulisan ini berharap tidak ada lagi pendapat2 ttg dikotomi antara tarbawi dan siyasi
Oleh: Syeikh Muhammad Abdullah Al-Khathib; Anggota Maktab Irsyad Ikhwanul Muslimin
Amal Siyasi Islami mempunyai dua titik tolak mendasar:
Pertama: Amal Siyasi Islami adalah amal sepanjang hayat, sebab, medan amal siyasi adalah keseluruhan amal kehidupan dan keduniaan semata, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Dan ia tidak mempunyai hubungan dengan urusan-urusan agama murni, semisal ibadah, ritual dan aqidah, di mana medannya adalah amal dakwah dan bukan amal siyasi. Jadi, amal siyasi adalah amal madani, hanya saja, hukum-hukumnya dan berbagai pengorganisasiannya, sumbernya adalah syariat Islam; tercakup di dalam pengertian syariat Islam ini adalah keseluruhan nash-nash ilahiyah dan seluruh ijtihad-ijtihad aqli dan ilmi dari manusia
Kedua: Amal Siyasi Islami adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari amal Islami secara umum. Hal ini tercakup oleh Islam yang syumul dan kenyataan bahwa Islam adalah manhaj kehidupan yang lengkap. Dan hal ini merupakan aqidah seorang muslim, di mana keimanannya tidak sah, dan agamanya tidak sempurna kecuali dengan aqidah ini.
Berdasar kepada tabiat “double gardan” seperti ini, dapat dikatakan bahwa amal siyasi Islami tidak lain adalah amal siyasi madani yang:
• Di-shibghah dengan shibghah Islamiyah dan
• Iltizam (komitmen) dengan nilai dan prinsip-prinsip Islam.
Oleh karena dasar inilah, maka:
1- Kesuksesan amal siyasi Islami mengharuskan untuk mengikuti:
a. Manhaj Islam
b. Pokok-pokok dan dasar-dasar ilmu-ilmu politik kontemporer
c. Prinsip-prinsip amal siyasi pada umumnya, sebagaimana telah dijelaskan di depan
2- Komitmen yang sempurna dengan nilai, prinsip dan akhlak Islam yang mulia serta:
a. Syar’i dalam hal tujuan dan sarana
b. Haram mempergunakan sarana-sarana politik yang menyimpang, seperti: menipu, manuver dan konspirasi, menghalalkan cara-cara menyesatkan dan kemunafikan, tidak kredibel, prinsip “tujuan menghalalkan cara”.
c. Kemahiran dalam mengungkap dan membongkar cara-cara yang amoral.
Dasarnya adalah ucapan Umar: “Saya bukan penipu, akan tetapi tidak bisa ditipu”.
3- Kemestian memperhatikan hukum-hukum syar’i dan bertitik tolak dari mafahim Islamiyah yang benar dalam khithab siyasi, sikap dan berbagai tindakan politik seluruhnya, serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh data-data faktual dan berbagai situasi lokal, regional dan internasional.
Allah Berfirman:
الم. غُلِبَتِ الرُّومُ . فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ . فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ . بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
“Alif Lam Mim. Bangsa Romawi telah dikalahkan. di negeri yang terdekat, dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang. dalam beberapa tahun (lagi), bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang), dan pada hari (kemenangan Romawi itu) bergembiralah orang-orang yang beriman. karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki, Dia Mahaperkasa, Mahapenyayang”. (Ar-Rum:1 – 5).
4- Memperhatikan kaidah-kaidah siyasah syar’iyyah, mengenal dan memahami realita (fiqih waqi’), situasi kontemporer, kemahiran mengaitkan antara nash dan penerapannya dalam realita praktis, muwazanah antara kaidah-kaidah Islam dan berbagai perkembangan baru yang menuntut adanya murunatul harakah (kelenturan gerak), serta tathawwur mustamir (pengembangan kontinyu) dalam sikap juz-i dan marhali serta dalam sarana perealisasian tujuan-tujuan strategis
5- Bertolak dari syumuliyatul Islam dan bahwasanya Islam mengatur segala urusan kehidupan, amal siyasi Islami harus menangani berbagai isu dan problema besar yang sedang dihadapi oleh tanah air kita, serta memandang semua itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari amal Islami,
khususnya masalah:
a. Reformasi politik,
b. Penghapusan segala bentuk corruption, baik di bidang keuangan, birokrasi dan akhlaq, kebebasan publik,
c. Stabilitas pemerintahan,
d. Penegakan disiplin,
e. Publikasi perilaku peradaban Islami dalam berbagai interaksi kehidupan,
f. Keadilan dalam distribusi kekayaan nasional kepada publik yang miskin,
g. Mengarahkan sumber-sumber keuangan untuk memberikan keadilan kepada kelompok fuqara dan papa,
h. Penghapusan jurang pemisah yang mencolok antara kaya dan miskin,
i. Pewujudan prinsip kesempatan yang sama atas dasar kemampuan dan kelayakan, bukan atas dasar lainnya,
j. Menjaga harta publik dari penjarahan (penggarukan) dan pemborosan serta memandangnya sebagai milik baitu malil muslimin, di mana setiap penduduk mempunyai hak yang ditetapkan atasnya dan bukannya milik negara atau penguasa yang boleh berbuat sekehendaknya, dan bahwasanya kekuasaan penguasa atas harta tersebut terikat dan bergantung kepada kemaslahatan kaum muslimin,
k. Masalah utama bangsa Arab dan Islam, utamanya masalah Palestina,
Dan bahwasanya solusi kita terhadap semua masalah ini haruslah memikiki keistimewaan shibghah Islamiyah yang jelas, yang berdiri di atas tsawabit yang qath’iy, tujuan dan maqashid Islamiyah dan dengan mempergunakan perangkat, instrumen dan sarana Islam, dan juga berdiri atas dasar ilmiah modern, serta bukan merupakan copi paste dari solusi sekuler
Hubungan Antara Tarbawi dan Siyasi
Hubungan antara tarbawi dan siyasi dapat disimpulkan bahwasanya hubungan diantara keduanya adalah hubungan tarabuth (saling terkait), takamul (saling melengkapi) dan tawazun (keseimbangan). Gambaran dan dimensi hubungan-hubungan ini tampak dalam penjelasan berikut:
1- Amaliyah tarbawiyah (proses tarbiyah) adalah amaliyah ta’sisiyah (proses pembentukan pondasi) untuk:
a. I’dad wa takwin al-rijal wa bina’ al-kawadir al-tanzhimiyah (menyiapkan, membentuk dan membina kader-kader struktural),
b. Tazkiyatun nufus wal arwah (mensucikan jiwa dan ruhani) agar mereka memiliki kemampuan untuk memikul beban amal siyasi maidani amali (kerja politik praktis lapangan)
c. Gharsu al-iltizam (menanamkan komitmen) dalam diri mereka, kehidupan, perilaku dan segala urusan mereka dengan sekumpulan nilai dan muwashafat khusus yang mengantarkan mereka untuk meningkatkan berbagai kemampuan mereka, memungsikan powernya dalam bentuknya yang sebaik mungkin,
d. Ta’hiluhum ilmiyyan wa amaliyan wa tadriban (meningkatkan keahlian ilmiah, operasional dan keterampilan) mereka dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka
Jika amaliyah tarbawiyah menjalankan fungsi takwin dan ta’hil-nya, maka hal ini akan tercermin dalam kualitas pelaksanaan dari sisi ijadah (bagus), itqan dan ihsan yang akan merealisasikan buah yang paling berkah serta hasil yang terbaik dengan jerih payah paling efisien serta penekanan sisi negatif sekecil mungkin, namun, jika pelaksanaan fungsi ini tidak bagus, maka takwin khuluqi nafsi (pembentukan akhlaq dan jiwa) akan melemah, atau jika perhatian kepada aspek ta’hil ilmi amali tidak diperhatikan, maka hasilnya akan berbalik seratus delapan puluh derajat
2- Mukadimah bagi penegakan daulah Islamiyah yang merupakan tujuan terpenting dari dakwah kita tidak dapat direalisasikan kecuali dengan amal siyasi yang memiliki beragam bentuk dan melalui berbagai tahapan. Bentuk dan tahapan ini mempergunakan berbagai uslub (cara) untuk memunculkan ta’tsir siyasi (dampak politik) di samping ta’tsir da’awi (pengaruh dakwah), sebagaimana nasyath siyasi (aktifitas politik) sendiri dapat memberikan peran da’awi dalam merekrut personel baru, peningkatan kualitas sosial secara umum, pemerataan wa’yu Islami serta perealisasian dan penegasan syumuliyatul Islam
3- Jawaban atas pemberian perhatian secara berimbang antara amal tarbawi dan amal siyasi tanpa ada dominasi satu pihak atas pihak lainnya, sebab ajaran-ajaran Al-Qur’an, yaitu tazkiyatun nafs tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan yaitu politik, karena inilah politik merupakan bagian dari Islam, dan menjadi kewajiban seorang muslim untuk memperhatikan aspek pemerintahan sebagaimana perhatiannya kepada sisi ruhiyah.
Wallahu a’lam

Selasa, 31 Maret 2009

hati - hatilah jika anda sesosok manusia

Dalam suatu Konfensi iblis, syaitan dan jin, dikatakan: “Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke masjid”, “Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur’an dan mencari kebenaran”, “Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri dengan Tuhan mereka Allah dan Pembawa risalahNya Muhammad”, “Pada saat mereka melakukan hubungan dengan Allah, maka kekuatan kita akan lumpuh.”

“Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid; biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI CURI WAKTU MEREKA, sehingga Mereka tidak lagi punya waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah”.

“Inilah yang akan kita lakukan,” kata iblis. “Alihkan perhatian mereka dari usaha meningkatkan kedekatannya kepada Allah dan awasi terus kegiatannya sepanjang hari!”. “Bagaimana kami melakukannya?” tanya para hadirin yaitu iblis, syaitan, dan jin. Sibukkan mereka dengan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan mereka, dan ciptakan tipudaya untuk menyibukkan fikiran mereka,” Jawab sang iblis “Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG”.

“Bujuk para istri untuk bekerja di luar rumah sepanjang hari dan para suami bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 - 12 jam seminggu, sehingga mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong, jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka, jika keluarga mereka mulai tidak harmonis, maka mereka akan merasa bahwa rumah bukanlah tempat mereka melepaskan lelah sepulang dari bekerja, Dorong terus cara berfikir seperti itu sehingga mereka tidak merasa ada ketenangan di rumah, Pikat mereka untuk membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan”. “Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC di rumah, Sepanjang hari. Bunyikan musik terus menerus di semua restoran maupun toko2
di dunia ini.”

“Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka dengan Allah dan RasulNya”

“Penuhi meja-meja rumah mereka dengan majalah-majalah dan tabloid”. “Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari”.”Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan di jalanan”. “Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog, undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan.

“Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit mulus di majalah dan TV, untuk menggiring para suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga membuat para suami tidak tertarik lagi pada istri-istri mereka”

“Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka sering sakit kepala”.

“Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka akan mulai mencari di luaran”. “Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga”

“Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka untuk mengajarkan anak-anak mereka akan makna shalat.”

“Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkaji bagaimana Allah menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ke tempat-tempat hiburan, fitness, pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop.”

“Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK.” “Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh, bisikkan gosip-gosip dan percakapan tidak berarti, sehingga percakapan mereka tidak berdampak apa-apa.

“Isi kehidupan mereka dengan keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk mengkaji kebesaran Allah, dan dengan segera mereka akan merasa bahwa keberhasilan, kebaikan/kesehatan keluarga adalah merupakan hasil usahanya yang kuat (bukan atas izin Allah).”










“PASTI BERHASIL, PASTI BERHASIL, RENCANA YANG BAGUS.” Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat melakukan tugas MEMBUAT MUSLIMS MENJADI LEBIH SIBUK, LEBIH KALANG KABUT, DAN SENANG HURA-HURA, dan hanya menyisakan sedikit saja waktu buat Allah sang Pencipta.”

“Tidak lagi punya waktu untuk bersilaturahmi dan saling mengingatkan akan Allah dan RasulNya”. Sekarang pertanyaan saya adalah, “APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???”

Contreng atau Golput (Sebuah Panduan Syar’i)

Contreng atau Golput (Sebuah Panduan Syar’i)
oleh Ustadz Budi Azhari, Lc

Senin, 30/03/2009 09:34 WIB

Mukaddimah
Pembahasan tentang memilih atau tidak memiih hari ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Kontroversi itu ada di dua sisi yang saling berseberangan. Tulisan ini tidak sedang membela salah satunya. Bukan juga ajakan untuk memilih atau golput. Tulisan ini hadir justru dari keterpanggilan untuk mendudukkan masalah pada porsinya yang tepat dan benar. Mencotreng atau golput, dari kacamata syariat yang proporsional tanpa tendensi atau pragmatisme kepentingan.
Ini semua agar kita tidak menyesal. Karena penyesalan kita bisa sangat panjang. Sejak di dunia ini. Saat kita mendapat pemimpin yang jahat dan akhirnya hanya saling hujat saja dengan masyarakatnya, seperti dalam hadits Nabi, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” (HR. Muslim no. 1855 dan Ahmad no. 24027)
Atau penyesalan yang paling rugi saat nanti di akhirat, seperti gambaran ayat berikut,
وَبَرَزُواْ لِلّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاء لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُواْ إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللّهِ مِن شَيْءٍ قَالُواْ لَوْ هَدَانَا اللّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاء عَلَيْنَآ أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ ﴿٢١﴾
“Dan mereka semua (di padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadhirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong: Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut kalian, maka dapatkah kalian menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada kami niscaya kami memberi petunjuk kepada kalian. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak punya tempat untuk melarikan diri.” (QS. Ibrahim/14: 21)
Sementara, semua yang kita lakukan kelak harus dipertanggungjawabkan. Sehingga kita harus benar-benar berhitung terhadap aktifitas sekecil apapun. Apalagi jika aktifitas kita adalah aktifitas yang menyentuh kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Kesalahan yang kita lakukan pada wilayah umum seperti ini akan berhadapan dengan pertanggungjawaban yang tidak ringan di hari kiamat kelak. Memilih pemimpin adalah aktifitas yang masuk wilayah ini. Artinya, ketika kita masuk bilik suara untuk menyontreng, kita tidak hanya berhadapan dengan apa atau siapa. Tetapi kita sedang berhadapan dengan pengadilan Allah kelak.
Memilih pemimpin yang baik dan benar, artinya kita ikut urun rembug dalam kebaikan. Karena pemimpin yang baik dan benar akan menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Memilih pemimpin yang rusak dan tidak berkompeten, artinya kita ikut andil dalam kerusakan. Karena merekalah yang kelak mencekik rakyat, membuat kerusakan masal secara sistematis.
Maka kita layak berhitung, bahkan harus. Dengan cermat. Dan sangat cermat! Dan mari kita mulai berhitung.
Jika Harus Memilih
Pilihlah hanya pemimpin yang kita kenal. Jangan pernah menjadi orang yang hanya ikut bergerak kemana angin bertiup. Orang banyak boleh merekomendasikan, tetapi ukurlah dengan pengetahuan kita terhadap calon pemimpin itu.
Pertanyaannya adalah, apa yang harus kita kenali?
Jika hanya mengenal nama, tempat tinggal, daerah asal, ini bukanlah pengenalan yang mampu menghadirkan pemimpin yang baik dan benar. Pengenalan itu bercermin pada pengenalan Allah terhadap Nabi Yusuf (12: 55) yang menyebut dirinya (Hafidzun = yang sangat menjaga/amanah) ('Alim = mempunyai ilmu). Sebagaimana juga pengenalan Allah terhadap Nabi Musa yang berperan sebagai pekerja dan disebut dalam ayat (28:260) sebagai: (al-Qowiy = yang kuat) (al-Amin = yang amanah)
Dari dua contoh yang mencantumkan dua kata untuk satu Nabi bisa disimpulkan dengan dua kata berikut:
1. Integritas moral
2. Kompetensi
Integritas moral menjadi harga mati, walau ada di standar rendah tetapi tidak keluar dari frame minimal. Seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash yang keduanya masuk Islam terlambat; tahun 7 H, tetapi langsung diberikan amanah kepemimpinan perang bahkan hanya beberapa bulan setelah mereka masuk Islam. Mereka berdua orang yang berkompeten di medan perang. Adapun tingkat integritas moral dan keshalehannya, mereka berdua telah mencapai tingkat standar dasar seorang muslim.
Mereka berdua bukan orang fajir/pelaku dosa, sehingga di sini tidak berlaku pembahasan -yang sesungguhnya belum final- tentang pilihan rumit antara fajir qowiy (orang rusak yang kuat) dengan sholeh dhoif (orang shaleh yang lemah).
Untuk seorang pemimpin, integritas moral yang mudah diukur adalah hal yang berhubungan dengan orang banyak. Seperti kata amanah yang diulang-ulang dalam dua contoh di atas. Amanah adalah integritas moral yang sangat penting keberadaannya pada partai dan calon pemimpin. Rasul berulang kali menyampaikan pesan tentang hal ini agar diingat bahwa memilih pemimpin harus yang amanah.
Di antara haditsnya adalah, "Tidak ada seorang hamba yang diberikan amanah kepemimpinan, kemudian dia meninggal dan pada hari meninggalnya itu dia masih mempunyai kesalahan menipu rakyatnya, kecuali diharamkan baginya sorga!" (HR. Bukhari no. 6731 dan Muslim no. 142)
Di antara yang sangat diperhatikan dalam integritas moral adalah kelembutan hati. Dengarlah doa nabi berikut ini, "Ya Allah siapapun memimpin umatku dengan mempersulit, maka persulitlah dia. Dan siapa yang memimpin dengan kasih sayang/kelembutan, maka sayangilah dia.” (HR. Muslim no. 1828).
Ini sejalan dengan pujian Allah terhadap Nabinya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Qs. Ali Imran: 159)
Kelembutan hati adalah modal penting untuk keputusan yang menggunakan hati dengan penuh empati kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Dua contoh integritas moral ini bisa dilihat dari raportnya pada masa kepemimpinan partai/pemimpin itu sebelumnya, jika pernah memimpin. Jika belum pernah memimpin, maka bisa dibuka pada catatan masyarakat. Jika belum menjadi pemimpin saja, sudah arogan dan berhati kasar dalam muamalah maka kekuasaan kelak akan membuka peluang untuk arogansi yang lebih besar.
Kesholehan ternyata tidaklah cukup. Hanya disebut ustadz tidaklah cukup, Atau mendapat gelar al-Hafidz atau semua atribut simbol kesholehan. Karena Nabi saja pernah menolak Abu Dzar al-Ghifari. Padahal kesholehan Abu Dzar tidak diragukan sama sekali bahkan oleh Nabi sendiri. Penolakan Nabi terhadap Abu Dzar lebih karena Abu Dzar tidak mempunyai kompentensi dalam kepemimpinan, “Kamu jangan memimpin dua orang dan mengurusi harta anak yatim!” (HR. Muslim no. 1826).
Dari sini, jika kita harus memilih maka pilihlah pemimpin yang kita kenal integritas kesholehannya dan kompentensi kepemimpinannya.
Golput Mungkinkah?
Memilih partai/pemimpin bagian Dari Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Karena dengan memilih pemimpin yang tepat, kita berharap pemimpin itu akan mendatangkan ma’ruf (kebaikan) dan menghilangkan atau meminimalkan kemungkaran.
Perintah amar ma'ruf nahi mungkar merupakan hal yang tidak perlu panjang lebar kita bicarakan. Karena sudah gamblang dan terang. Khoiriyyah ummah (Umat ini disebut terbaik) jika dua hal ini masih ada dengan dilandasi oleh iman (Qs. Ali Imran: 110).
Mengingat negara ini perlu perbaikan yang luar biasa kalau tidak mau dikatakan perlu perombakan besar-besaran, maka memilih partai/pemimpin adalah bagian dari perbaikan besar negeri ini.
Melihat melalui kacamata amar ma'ruf nahi mungkar, maka keterlibatan kita dalam berpartisipasi di pemilu adalah amal yang amat penting dan bahkan harus.
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar Ada Batasnya!
Amar ma'ruf nahi mungkar yang artinya iku memilih dalam Pemilu, harus dihentikan alias harus golput sebagaimana dalam ayat dalam surat al-Maidah: 105,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾
"Hai orang-orang yang beriman, urusilah dirimu sendiri; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.”
Ayat ini pernah disalahpahami oleh generasi tabi’in, di mana mereka memahami bahwa amar ma'ruf nahi mungkar tidak perlu dilakukan sama sekali. Pemahaman ini telah diluruskan oleh Abu Bakar, Abu Tsa’labah al-Khutsani dan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhum dengan sabda Rasul,
"Kalian harus tetap amar ma'ruf nahi mungkar hingga kalian lihat:
1. Kekikiran yang ditaati
2. Hawa nafsu yang diikuti
3. Dunia yang lebih dipentingkan
4. Masing-masing bangga dengan pemikirannya sendiri
"(jika telah kalian lihat) maka urusilah dirimu sendiri dan tinggalkan urusan kebanyakan orang." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Tirmidzi berkata: Ini hadits hasan, gharib, shahih)
Jelas dari hadits ini bahwa amar ma'ruf nahi mungkar itu ada batasnya. Yaitu jika 4 hal di atas sudah terlihat pada partai/pemimpin.
Jika ke 4 hal tersebut telah bisa dibaca dengan jelas, maka inilah saatnya kita menyelamatkan diri kita masing-masing dan meninggalkan aktifitas besar masyarakat itu. Artinya, inilah saatnya golput!
Akhirnya, dengan panduan ini, selamat berhitung dengan cermat.
Ya Allah tunjukilah kami bahwa yang benar itu benar dan berikan kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukilah kami bahwa yang batil itu batil dan berikan kekuatan untuk meninggalkannya.
Wallahu a'lam
Abu Dihya